Tanpa Hutang, Reggiana Dihancurkan dari Sepakbola : Klub Klasik Serie A Era 90-an

Saat sepakbola Italia tengah dihebohkan dengan kedatangan megabintang asal Portugal, Cristiano Ronaldo yang mendarat ke Turin, Italia beberapa waktu lalu, 145 mil jauhnya dari tempat Ronaldo mendarat, sejumlah suporter seperti laporan dari fantagazzetta.com (14/08/18) tengah berdemontrasi di Mapei Stadium, markas klub yang sempat mewarnai panggung Serie A era 90-an, AC Reggiana.


Para suporter Reggiana tersebut menuntun pemilik klub untuk tidak begitu saja menghancurkan klub yang sudah berdiri sejak 1919 tersebut. "Jangan lakukan ini. Jangan lakukan ini," kata seorang suporter Reggiana yang sudah berusia 71 tahun, Ernesto Melauri atau yan akrab disapa Melo.


Melo saat itu bergabung dengan sejumlah suporter lainnya untuk menekan pemilik klub tidak membiarkan Reggiana hancur dari sepakbola Italia. Memang ada apa dengan Reggiana?

Kisah Reggiana memang tergolong miris. Bagaimana tidak, Reggiana tinggal menunggu kehancuran sebagai sebuah klub, padahal klub ini tidak memiliki beban hutang. Meski tak punya hutang Reggiana diprediksi hancur karena tak ada investor yang mau menanamkan modal, ditambah pemerintah kota terkesan memang tak peduli pada klub ini.


Kisah miris Reggiana justru bermula saat mereka bisa promosi ke Serie A pada 1993 silam. Awalnya pemerintah kota mengusik keberadaan Reggiana dengan menyebut bahwa Stadion Mirabello, markas lama mereka tak cocok untuk menjadi markas klub yang tampil di kompetisi tertinggi.

Sayangnya pemilik klub saat itu sudah terlanjur menginvestasikan uangnya untuk merekrut sejumlah pemain anyar. Reggiana yang saat itu berstatus tim promosi merekrut pemain terkenal seperti kiper Timnas Brasil, Claudio Taffarel, winger Portugal, winger Portugal, Paulo Futre serta striker Swedia, Johnny Ekstrom. Tentu saja keputusan pemerintah kota membuat pusing pemilik klub.


Untungnya kolektifitas suporter mampu membuat tenang pemilik klub. Para suporter Reggiana membeli tiket terusan untuk 10 musim berharap proyek pembangunan stadion baru bisa dikerjakan oleh klub. Penampilan Reggiana di musim pertamanya di Serie A pun tidak buruk-buruk amat.

Mereka mampu finish di urutan ke-14, lolos dari degradasi. Sepanjang musim 1993/94 itu Reggiana seperti dikutip dari football-italia.net (14/08/18) mampu meraih 10 kali kemenangan, 11 imbang, dan 13 kalah. Reggiana mampu menang atas dua tim milan, Inter dan AC Milan di paruh kedua musim itu. Mampu menahan imbang tanpa gol Juventus serta AS Roma, juga di paruh kedua musim 1993/94.


Sayang pada musim berikutnya, Reggiana harus terdegradasi. Dari sinilah penghancurkan Reggiana sebagai klub sepakbola dimulai. Jika Parma hancur karena hutang dan ditinggalkan pemodal, maka Reggiana hancur karena tak ada yang peduli pada klub ini.

Sempat diambil alih oleh jutawan Italia yang banyak menanamkan uangnya ke klub bisbol Amerika Serikat, Mike Piazza, Reggiana tak mampu bertahan setelah Piazza memilih angkat koper dari Italia setelah merasa dipermainkan oleh mafia sepakbola.

Piazza yang awal kedatangannya membawa semangat untuk bisa kembali mempromosikan Reggiana ke pentas Serie A, merasa tak kuasa saat klubnya tetap bertahan di Serie C1 karena penalti kontroversial yang didapat Siena saat babak playoff musim 2016/17.

Piazza mengamuk ke FIGC, sayang amukanya berbuah vonis bahwa klub tersebut bangkrut dari federasi. Dengan berat hati, Piazza pun mau tak mau menjual saham miliknya.

Miris memamg nasib Reggiana, padahal saat masih mentas di Serie, klub ini menjadi kawah candradimuka bagi banyak pemain top seperti disebut di awal Claudio Taffarel lalu ada nama Angelo Di Livio, Fabrizio Ravanelli, Luca Bucci, Sunday Oliseh, Cristiano Zanetti, hingga Obafemi Martins.

sumber